05 Oktober 2024

,

Koneksi Antar Nateri Modul 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik

 


Tujuan Pembelajaran Khusus

CGP menyimpulkan dan menjelaskan keterkaitan materi yang diperoleh dan membuat refleksi berdasarkan pemahaman yang dibangun selama pembelajaran pada modul 2.

 

Pertanyaan Pemantik?

Bagaimana peran Anda sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket modul 2 yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosional?

Sebagai seorang coach di skeolah, peran saya adalah menjadi fasilitator, pembimbing dan pendukung bagi guru dalam menerapkan strategi pembelajaran yang efektif. Keterkaitan dengan materi paket modul 2, yaitu Pembelajaran Berdiferensiasi dan Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) adalah saya membantu atau memfasilitasi guru memahami dan mengimplementasikan kedua pendekatan ini dalam pengelolaan kelas mereka. Pembelajaran berdiferensiasi memungkinkan guru untuk menyesuaikan pembelajaran sesuai kebutuhan peserta didik yang beragam, sementara PSE menekankan pentingnya membangun keterampilan emosional dan sosial peserta didik. Peran saya memastikan bahwa guru mampu menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, merespon kebutuhan akademik dan emosional peserta didik secara seimbang sehingga terwujudnya kesejahteraan psikologis baik guru maupun peserta didik.

Bagaimana keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kopetensi sebagai pemimpin pembelajaran?

Keterampilan coaching sangat erat kaitannya dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Seorang pemimpin pembelajaran harus mampu memberikan bimbingan strategis, keterampilan coaching memungkinkan kita membantu guru mengidentifikasi pengembangan kompetensi mereka dan merancang langkah-langkah peningkatannya. Dalam pendekatan coaching substansinya adalah membangun hubungan dan kepercayaan. Sebagai coach, harus mampu membangun hubungan yang kuat dengan guru sehingga akan menciptakan lingkungan yang mendukung kompetensi profesional, yang pada akhirnya meningkatkan kinerja dalam pembelajaran. Serta dengan coaching akan mengembangkan budaya refleksi, mendorong guru untuk terus merefleksikan praktik pembelajaran, mampu mengidentifikasi hambatan dan berinovasi dalam proses pembelajaran.

Kesimpulan

Pembelajaran Berdiferensiasi, Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE), dan Praktik Coaching merupakan tiga komponen saling terkait yang memiliki tujuan bersama: memaksimalkan potensi setiap siswa. Ketiga komponen ini membentuk suatu ekosistem pembelajaran yang dinamis, di mana:

  • Pembelajaran berdiferensiasi memungkinkan guru untuk menyesuaikan pengajaran agar sesuai dengan kebutuhan, gaya belajar, dan minat yang beragam dari setiap siswa.
  • Pembelajaran sosial-emosional fokus pada pengembangan keterampilan sosial dan emosional siswa, sehingga mereka dapat belajar secara efektif dan membangun hubungan yang positif dengan orang lain.
  • Praktik coaching berperan sebagai katalisator yang memfasilitasi guru dalam mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi dan PSE. Melalui proses coaching, guru didorong untuk terus belajar, berefleksi, dan mengembangkan praktik terbaik.

 


 

Continue reading Koneksi Antar Nateri Modul 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik
,

Demontrasi Kontekstual Modul 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik

 


Demons kali  ini saya dibantu oleh Bu Intan dan Bu Padmi yang merupakan CGP dari Fasil yang berbeda. Kami  melaksanakan kegiatan praktik percakapan coaching ini menggunakan alur supervisi akademik untuk pengembangan kompetensi coaching. Pada kegiatan ini saya berperan  sebagai Supervisor, Bu Intan sebagai Coach dan  Bu Padmi sebagai Coachee. 

Pengalaman mempraktikkan coaching bersama CGP yang berbeda fasil ini  tentu pengalaman yang sangat berharga. Kami bertiga sama-sama tumbuh dan belajar dari setiap interaksi. Saya merasakan kepuasan saat melihat coachee menemukan solusi atas tantangan yang dihadapinya. Sebagai coachee, saya merasa terbantu untuk mendapatkan perspektif baru dan meningkatkan kesadaran diri. Sementara itu, sebagai observer, saya mengamati dinamika kelompok dan mendapatkan wawasan tentang bagaimana proses coaching yang efektif berlangsung. Melalui refleksi bersama setelah sesi, kami semakin memahami kekuatan dan kelemahan masing-masing, serta menemukan area yang perlu kami tingkatkan. Rekaman sesi ini akan menjadi referensi berharga bagi kami untuk terus mengembangkan kemampuan coaching di masa mendatang.




Continue reading Demontrasi Kontekstual Modul 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik
,

Ruang Kolaborasi Modul 2.3 Sesi Praktik

 


Pada Ruang Kolaborasi Sesi Praktik ini, Saya bersama bu Lucya  melakukan paktik percakapan coaching dengan alur TIRTA dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Kami secara bergantian, melakukan percakapan coaching dengan model TIRTA baik sebagai coach maupun sebagai coachee.
  2. Topik atau hal yang dijadikan bahan percakapan coaching  kami yaitu mengenai kurangngya keaktipan siswa dalam mengerjakan tugas.
  3. Memberikan refleksi masing-masing dengan format refleksi yang disediakan.

 

Refleksi dari latihan coaching

Apa yang sudah berjalan baik selama percakapan?

  • Saya dapat fokus dengan coachee, sehingga coachee leluasa dan bersifat terbuka
  • Saya telah memandu percakapan coachind berdasarkan alur TIRTA
  • Saya dapat mengajukan pertanyaan yang berbobot dan mendengarkan dengan aktif
  • Saya dapat menggali potensi yang dimiliki coache dan mengarahkannya untuk menemukan ide-ide pemecahan maslah.

 Apa yang masih perlu diperbaiki/ditingkatkan?

  • Hal yang perlu saya tingkatkan yaitu berlatih mendengarkan dengan RASA terkhusus pada saat mengapresiasi coachee dalam mengungkapkan kendala maupun solusi yang akan ditindaklanjuti

Apa yang Bpk/ibu lakukan untuk tetap dalam kondisi presence (kehadiran penuh) sebelum dan saat melakukan coaching?

  • Memberikan perhatian penuh pada coachee. dengan menatap dengan serius. Hindari gangguan dari ponsel atau pikiran lain.
  • Mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan coachee, baik verbal maupun nonverbal.
  • Memberikan umpan balik yang berfokus pada kekuatan dan area pengembangan coachee.

 

 


Continue reading Ruang Kolaborasi Modul 2.3 Sesi Praktik
,

Ruang Kolaborasi Modul 2.3 Sesi 1

 


Setelah CGP memahami konsep coaching dalam konteks pendidikan, komunikasi yang memberdayakan sebagai keterampilan dasar coaching, Percakapan coaching dengan alur TIRTA dan supervisi akademik yang menggunakan paradigma berpikir coaching baik melalui pembelajaran mandiri dan diskusi. Maka proses selanjutnya kegiatan berkolaborasi dengan rekan Calon Guru Penggerak lainnya untuk membentuk  komunitas praktisi secara daring.

Adapun tujuan pembelajaran pada Rukol modul 2.3 ini ini yakni CGP dapat membentuk komunitas praktisi dengan sesama CGP untuk berlatih melakukan praktik percakapan coaching dengan alur TIRTA. Pada kegiatan Rukol ini kami dibagi kami ke dalam empat kelompok. 

Ruang Kolabroasi Modul 2.3 sesi diskusi sedikit berbeda untuk saya pribadi. Pada saat kegiatan saya sedang melaksanakan ibadah umroh. Akan tetapi tugas kegiatan Rukol dapat berjalan dengan lancar. Pada kegiatan praktik coaching saya di bantu oeh Ibu Lucya.

Pada sesi latihan ini, Saya bersama Bu Lucya  berlatih percakapan coaching dengan alur TIRTA dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Secara bergantian, sepasang CGP akan berlatih percakapan coaching dengan model TIRTA baik sebagai coach maupun sebagai coachee. Pada sesi 1, CGP X akan menjadi coach bagi CGP Y. Berikutnya, CGP Y akan menjadi coach bagi CGP X.
  2. Topik atau hal yang akan dijadikan bahan percakapan coaching bisa merupakan situasi sehari-hari baik sebagai seorang guru maupun pribadi. Bahkan, bisa merupakan topik yang sangat sederhana.
  3. Pastikan langkah-langkah dalam percakapan coaching alur TIRTA dalam berlatih percakapan coaching dipraktikkan dengan baik
  4. Setelah bergantian berlatih mempraktikkan percakapan coaching, setiap CGP akan memberikan refleksinya masing-masing dengan format refleksi yang disediakan.


Continue reading Ruang Kolaborasi Modul 2.3 Sesi 1

01 Oktober 2024

,

Elaborasi Pemahaman Modul 2.3

 


Coaching dalam Supervisi Akademik

Elaborasi pemahaman kali ini  secara mendalam membahas konsep coaching dalam konteks supervisi akademik. Instruktur menyoroti pentingnya peran seorang coach dalam membantu individu, khususnya pendidik, untuk menggali potensi diri, mengembangkan diri, dan mencapai tujuan profesional.

Poin-poin penting yang dibahas meliputi:

  • Paradigma berpikir coaching: Instruktur menjelaskan perbedaan antara coaching, konsultasi, dan evaluasi. Coaching menekankan pada pengaktifan potensi diri individu melalui pertanyaan-pertanyaan yang bermakna dan pendampingan yang suportif.
  • Kompetensi inti coaching: Present, mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot adalah tiga kompetensi utama yang harus dimiliki seorang coach.
  • Alur percakapan coaching:  Menyajikan alur percakapan coaching yang efektif, mulai dari perencanaan hingga refleksi.
  • Peran coaching dalam supervisi akademik: Coaching dapat digunakan untuk membantu pendidik dalam berbagai aspek, seperti perencanaan pembelajaran, pemecahan masalah, dan pengembangan diri.
  • Pentingnya kesadaran diri: Seorang coach harus memiliki kesadaran diri yang kuat untuk dapat menciptakan suasana yang kondusif bagi coaching dan memberikan respons yang tepat terhadap klien.

Tujuan utama dari coaching ini adalah:

  • Memberikan pemahaman yang komprehensif tentang coaching.
  • Menunjukkan bagaimana coaching dapat diterapkan dalam konteks supervisi akademik.
  • Membekali peserta pelatihan dengan keterampilan coaching yang diperlukan.

Coaching adalah sebuah proses yang powerful untuk membantu individu mencapai potensi maksimalnya. Dengan menerapkan prinsip-prinsip coaching, pendidik dapat menjadi lebih efektif dalam menjalankan tugasnya dan berkontribusi pada peningkatan kualitas pendidikan.


Continue reading Elaborasi Pemahaman Modul 2.3
,

Eksplorasi Konsep Modul 2.3

 


Tuliskan elemen-elemen penting dari coaching yang dapat diambil dari beberapa definisi coaching yang telah disajikan!

Your answer:

Elemen-elemen penting dari coaching yang telah disajikan yaitu kolaboratif antara coaching dan coachee, memaksimalkan potensi coachee dengan tujuan untuk menjadi  lebih baik, memfasilitasi  pengembangan diri dan peningkatan performa kerja. Perlu kolaborasi antar coach dan coachee untuk menemukan solusi dari masalah. Coach memiliki peran sebagai fasilitator yang akan menawarkan alternatif penyelesaian bagi coachee. Namun keputusan tetap ada di coachee, coaching merupakan suatu alat yang digunakan untuk membantu coachee. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar dari pada mengajarinya.

Sebagai guru, pernahkah Anda menerapkan prinsip-prinsip coaching tersebut di sekolah Anda baik kepada murid maupun rekan sejawat Anda? Jika jawaban anda "ya", berilah contoh dan penjelasannya!

Your answer:

Coaching pernah saya lakukan di sekolah saya, baik dengan murid maupun dengan rekan sejawat. Coaching pada murid yaitu Ketika membimbing murid dalam membina lomba-lomba yang diikuti, menggali ide dan potensi murid sehingga mereka siap untuk mengikuti lomba. Kemudian coaching yang pernah saya lakukan dengan rekan sejawat yaitu mengajarkan dan mengarahkan rekan sejawat dalam menggunakan  aplikasi  raport dan ekinerja serta aplikasi lain yang dapat mendukung proses pembelajaran.

Setelah membaca definisi-definisi mengenai mentoring, konseling, fasilitasi dan training, tuliskan yang Anda ketahui mengenai mentoring, coaching, konseling, training dan fasilitasi.

Your answer:

Mentoring adalah kegiatan dimana sesorang memberikan solusi dari masalah berdasarkan pengalaman yang telah dilalui baik untuk mengatasi atau mencegah. Coaching dimana lebih kepada membantu seseorang untuk belajar dari pada mengajarinya. Konseling terdapat kontak langsung dengan individu yang tujuannya memberikan bantuan dalam merubah sikap dan tingkah lakunya.Training usaha terncana untuk memfasilitasi tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan keahlian dan perilaku para pegawai. Fasilitasi adalah proses dimana sesorang dapat diterima oleh seluruh anggota kelompok memperbaiki cara-cara mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai masalah, serta membuat keputusan, agar bisa meningkatkan efektivitas kelompok itu.

Dalam berinteraksi di sekolah, ceritakan pengalaman Anda ketika berperan sebagai coach, mentor, konselor, fasilitator, dan trainer.

Your answer:

Sebagai seorang guru, saya tentunya pernah berperan sebagai coach, mentor, konselor, fasilitator, dan trainer. Berikut adalah beberapa contoh pengalaman saya dalam peran-peran tersebut:

1. Coach: saya pernah menjadi coach bagi siswa yang mengalami kesulitan menyelesaikan tugas-tugas. Saya membantu siswa tersebut untuk menetapkan tujuan belajar mereka, memberikan dukungan dan bimbingan, dan memberikan umpan balik tentang kinerja mereka.

2. Mentor: saya pernah menjadi mentor bagi seorang siswa yang baru saja pindah ke sekolah saya. Saya membantu siswa tersebut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah barunya, membantu siswa tersebut mengatasi masalah-masalah yang dihadapi sehingga ia mampu menyesuaikan dirinya.

3. Konselor: saya pernah menjadi konselor bagi seorang siswa yang mengalami masalah keluarga. Saya mendengarkan cerita siswa tersebut, memberikan dukungan dan bimbingan, dan membantu siswa tersebut untuk mencari solusi atas masalahnya. 

4. Fasilitator: saya pernah menjadi fasilitator dalam sebuah diskusi kelompok tentang kiat sukses menjadi seorang guru inspiratif. Saya membantu peserta diskusi untuk tetap fokus pada tujuan diskusi, memastikan bahwa semua peserta memiliki kesempatan untuk berpartisipasi, dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar dan berbagi. 

5. Trainer: saya pernah menjadi trainer dalam sebuah pelatihan tentang keterampilan mengajar. Saya memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada peserta pelatihan tentang cara mengajar yang efektif. 

 

Continue reading Eksplorasi Konsep Modul 2.3
,

Mulai Dari Diri Modul 2.3

 


Reflektif terkait supervisi akademik dan pengembangan kompetensi diri

1.  Selama menjadi guru, tentunya pembelajaran Anda pernah diobservasi atau disupervisi oleh kepala sekolah Anda. Bagaimana perasaan Anda ketika diobservasi?  

Awal menjadi guru ketika diobservasi saya merasa gugup karena ada rasa khawatir, takut Kepala Sekolah menemukan kesalahan saya dalam administrasi maupun dalam mengajar. Akan tetapi itu tidak berlangsung lama karena saya menyadari observasi ini sangat penting untuk meningkatkan kualitas guru karena selama diobservasi Kepala Sekolah tidak hanya menemukan kelemahan saya akan tetapi kekuatan yang saya miliki dan dengan adanya masukan dari Kepala Sekolah saya mengetahui bagian mana yang harus saya tingkatkan sehingga strategi pembelajaran yang saya terapkan benar-benar efektif.

 

2.      Pengalaman saya pada saat diobservasi, ketika kepala sekolah mulai melakukan observasi, suasana di kelas tidak seperti biasanya, siswa juga tidak terbiasa dengan kehadiran Kepala Sekolah  dan saya sedikit cemas karena khawatir tidak dapat menampilkan yang terbaik. Kepala Sekolah memilih duduk di bagian tengah kelas dimana ketika itu ada bangku yang kosong, mengamati interaksi antara guru dan siswa, metode pengajaran, serta respon siswa terhadap materi yang disampaikan. Setelah observasi selesai, Kepala Sekolah memberikan feedback apresiasi atas hal-hal yang telah saya lakukan dengan baik serta saran untuk perbaikan di masa mendatang.

 

3.      Proses supervisi akademik yang ideal menurut saya adalah proses supervisi :

    1. Praktis, artinya mudah dikerjakan sesuai kondisi sekolah
    2. Sistematis, artinya dikembangkan sesuai perencanaan program supervisi yang matang dan sesuai tujuan pembelajaran
    3. Objektif, artinya masukan sesuai aspek-aspek instrumen
    4. Realistis, artinya berdasarkan kenyataan sebenarnya
    5. Antisipatif, artinya mampu menghadapi masalah-masalah yang memungkinkan terjadi
    6. Konstruktif, artinya mengembangkan kreativitas dan inovasi guru dalam mengembangkan proses pembelajaran
    7. Kooperatif, artinya ada kerja sama yang baik antara kepala sekolah dan guru dalam mengembangkan pembelajaran
    8. Kekeluargaan, artinya mempertimbangkan saling asah, asih, dan asuh dalam mengembangkan pembelajaran
    9.  Demokratis, artinya kepala sekolah tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi akademik
    10. Aktif artinya guru dan kepala sekolah harus aktif berpartisipasi
    11. Humanis, artinya mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan penuh humor
    12. Berkesinambungan, artinya supervisi akademik dilakukan secara teratur dan berkelanjutan
  1.  Jika saya saat ini menjadi seorang kepala sekolah yang perlu melakukan supervisi, dan saya diminta menilai diri saya sendiri, menurut saya, saya berada di posisi 8, masih perlu banyak belajar untuk mencapai posisi 10, tapi saya memiliki semangat untuk selalu terus memperbaiki diri dan belajar hingga saya menilai pada posisi 8 tersebut.
  2. Aspek yang saya butuhkan untuk dapat mencapai situasi ideal itu adalah kompetensi teknis dan pedagogik, Kemampuan observasi yang baik, Kemampuan memberikan umpan balik yang efektif, kemampuan analisis dan evaluasi proses pembelajaran yang berlangsung, kemampuan mendengarkan dan keterbukaan, kemampuan berkomunikasi yang efektif, kemampuan memotivasi dan memberikan dukungan dengan baik kepada guru, serta kemampuan coaching yang baik.

*      Harapan terkait modul

  1. Harapan saya sebagai seorang pendidik setelah mempelajari modul ini adalah 
    1. Saya dapat secara aktif menetapkan tujuan, membuat rencana, dan menentukan cara untuk mencapainya dalam meningkatkan kompetensi dan kematangan diri saya.
    2. Saya dapat memfasilitasi guru lain dalam mengevaluasi pembelajaran berdasarkan data dan tingkat pencapaian murid.
    3. Saya terampil menerapkan pendekatan coaching untuk pengembangan diri, guru dan rekan sejawat.
  1.  Kegiatan, materi, manfaat yang saya harapkan ada dalam modul ini adalah 

1. Kegiatan:

·         Coaching/mentoring, yaitu kegiatan yang memfasilitasi guru dalam mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan saya dalam mengajar, serta membantu saya dalam merencanakan upaya perbaikan.

·         Diskusi dan refleksi, yaitu kegiatan yang memungkinkan saya untuk berdiskusi dengan supervisor atau mentor mengenai pengalaman mengajar, serta merefleksikan pengalaman saya  untuk meningkatkan kemampuan mengajar.

·         Observasi dan umpan balik

2. Materi:

·         Keterampilan coaching.

·         Keterampilan mengajar, yaitu materi yang berfokus pada pengembangan keterampilan mengajar guru, seperti teknik mengajar, manajemen kelas, penggunaan teknologi dalam pembelajaran, dan lain sebagainya.

·         Pengetahuan dan pemahaman kurikulum, yaitu materi yang berfokus pada pemahaman dan penguasaan kurikulum yang diimplementasikan dalam sekolah.

·         Penilaian dan evaluasi, yaitu materi yang berfokus pada pengembangan keterampilan guru dalam melakukan penilaian dan evaluasi pembelajaran siswa, serta pemahaman tentang prinsip-prinsip penilaian yang baik dan benar.

3.  Manfaat:

·         Meningkatkan keterampilan coaching untuk teman sejawat

·         Meningkatkan kemampuan mengajar guru dalam mencapai tujuan pembelajaran.

·         Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengajaran guru.

·         Meningkatkan kualitas dan hasil pembelajaran siswa.

·         Meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri guru dalam mengajar.

·         Meningkatkan kemampuan guru untuk melakukan penilaian dan evaluasi pembelajaran siswa secara efektif.

·         Meningkatkan pengembangan dan pemahaman kurikulum

 


Continue reading Mulai Dari Diri Modul 2.3

17 September 2024

,

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 1.3 Visi Guru Penggerak



Pada kesempatan ini saya akan memaparkan refleksi selama mengikuti pembelajaran Daring yang sudah dilakukan pada Modul 1.2 Tentang Nilai dan Peran Guru Penggerak. Dalam menulis jurnal refleksi ini saya menggunakan model  model 4C  (Connectian; 2. Concep; 3. Challenge; dan 4. Change)





Continue reading Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 1.3 Visi Guru Penggerak
,

Aksi Nyata Modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional




  1. Peristiwa : 

Dalam melakukan berbagi  praktik Pembelajaran sosial emosiaonal (PSE) kepada rekan sejawat terlihat Bpk/ibu cukup antusias walaupun tanpa disadari mereka sudah pernah menerapkan di dalam kelas hanya saja belum rutin dilakukan serta belum terintegrasi dalam perangkat pembelajaran (RPP). Rekan sejawat yang mendapatkan diseminasi banyak bertanya terkait RPP yang terintegrasi dengan PSE. Pada diseminasi ini saya berusaha mewujudkan Pembelajaran sosial emosianal (PSE) dengan menggunakan kesadaran penuh (mindfulness) demi mewujudkan kesejahtraan sosial (well-being).

  1. Perasan : 

Pada kegiatan berbagi Aksi Nyata ini saya masih dalam tahap belajar, karena sebelum mengikuti PGP ini saya sangat jarang  sekali melakukan kegiatan Pembelajaran Sosial Emosional. Ada kekhawatiran dari saya tidak dapat berbagi secara maksimal. Tapi syukurnya di sekolah kami saat ini ada 7 orang yang mengikuti PGP sehingga kami banyak berdiskusi bagaimana cara terbaik mengintegrasikan PSE kedalam Modul Ajar/ RPP dan berbagi pemahaman tentang PSE kepada rekan sejawat.



  1. Pembelajaran :

Kegiatan berbagi praktik baik/ aksi nyata PSE ini merupakan bentuk pengembangan profesional yang berkelanjutan. Kegiatan berbagi aksi nyata PSE merupakan investasi yang sangat berharga bagi pengembangan profesional guru dan peningkatan kualitas pendidikan. Dengan saling berbagi pengetahuan dan pengalaman, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih positif dan mendukung bagi semua siswa. 

Umpan balik yang di dapatkan dari kegiatan ini adalah bagaiman mempratikan kesadaran penuh (mindfulness) kepada rekan-rekan guru sebelum diterapkan kepada murid-murid dalam mengelola sosial emosional menjadi energi positif. Dengan mindfulness melalui teknik STOP kita dapat memfokuskan diri dan menghilangkan kepenatan yang ada dalam diri, sehingga dapat menyerap ketenangan dan energi positif sehingga dapat menstabilkan jiwa dan pikiran

  1. Penerapan :

Saya ingin menerapkan Pembelajaran Sosial Emosional kepada seluruh murid dengan kesadaran penuh (mindfulness) maupun implementasi 5 PSE yang lain dalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa mampu mengelola sosial emosionalnya dan menjadi individu yang utuh, tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dengan kesadaran diri, manajemen diri, keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

 


Continue reading Aksi Nyata Modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional

16 September 2024

,

Koneksi Antar Materi Modul 2.2

 

 

Apa kesimpulan tentang perubahan pengetahuan, keterampilan, sikap sebagai pemimpin pembelajaran setelah mempelajari pembelajaran sosial dan emosional?

Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) merupakan pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses Kolaborasi ini memungkinkan murid, pendidik, dan tenaga kependidikan di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional agar dapat:

·         Memahami, menghayati, dan  mengelola emosi  (kesadaran diri)

·         Menetapkan dan mencapai tujuan positif  (pengelolaan diri)

·         Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)

·       Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi)

·   Membuat keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab).

Urgensi Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman  agar seluruh individu di sekolah dapat meningkatkan kompetensi akademik dan kesejahteraan psikologis (well-being) secara optimal.

Dalam penelitian tentang Pembelajaran Sosial dan Emosional:

·    Guru yang memiliki kompetensi sosial dan emosional yang baik lebih efektif dan cenderung lebih resilien/tangguh dan merasa nyaman di kelas  karena mereka dapat bekerja lebih baik dengan murid.

·    Adanya keterkaitan antara kecakapan sosial dan emosional yang diukur ketika TK dan hasil ketika dewasa di bidang pendidikan, pekerjaan, pelanggaran hukum, dan kesehatan mental.

Pembahasan di atas sejalan dengan peran pendidik  yang disampaikan Ki Hajar Dewantara. Pendidik adalah  penuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak,  agar  mereka  sebagai  manusia dan anggota  masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.  

Kesadaran akan  proses pendidikan yang dapat menuntun tumbuh kembang murid secara holistik  sudah menjadi perhatian pendidik sejak lama. Kesadaran ini berawal dari teori Kecerdasan Emosi Daniel Goleman, dikembangkanlah CASEL (Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning) pada tahun 1995 (www.casel.org) sebagai konsep Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE). Konsep PSE berdasarkan berdasarkan kerangka CASEL tersebut dikembangkan Daniel Goleman bersama sekelompok pendidik, peneliti, dan pendamping anak. PSE berbasis penelitian ini, bertujuan untuk  mendorong perkembangan anak secara positif dengan program yang terkoordinasi  antara berbagai pihak dalam komunitas sekolah.

Dengan mencermati diagram  hasil di atas, kita semakin memahami urgensi  PSE, yaitu peningkatan kompetensi sosial dan emosional, terciptanya lingkungan belajar yang lebih positif, peningkatan sikap positif dan toleransi murid terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan sekolah. Selain itu, PSE di kelas terbukti dapat menghasilkan pencapaian akademik yang lebih baik. PSE memberikan pondasi yang kuat bagi murid untuk dapat sukses dalam berbagai area kehidupan mereka di luar akademik, termasuk kesejahteraan psikologis (well-being) secara optimal.

Well-being  adalah sebuah kondisi  individu yang memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.

 

Apa kaitan pembelajaran sosial dan emosional yang telah anda pelajari dengan modul-modul sebelumnya?

·   Keterkaitan pembelajaran sosial emosional dengan modul 1.1 Filofofi Pemikiran KHD. Dengan pembelajaran sosial emosional guru dapat menciptakan well-being dalam ekosistem pendidikan di sekolah, Sehingga menciptakan kondisi yang nyaman, sehat, dan bahagia. Hal ini sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yakni menuntun kodrat anak agar mencapai keselamatan yang setinggi-tingginya sehingga anak akan senang dan semangat dalam proses belajarnya.

·    Keterkaitan pembelajaran sosial emosional dengan modul 1.2 Nilai-nilai dan peran Guru Penggerak. Dalam pembelajaran sosial dan emosional, guru dapat menumbuhkan nilai dan peran pada guru dan murid dalam pengelolaan emosi sehingga nilai kemandirian dan pembelajaran yang berpusat pada murid serta peran guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran dan mendorong kolaborasi dapat tercapai dan berjalan seimbang.

·      Keterkaitan pembelajaran sosial emosional dengan modul 1.3 Visi Guru Penggerak. Dalam pembelajaran sosial emosional dapat mewujudkan visi yang diharapkan dengan melakukan prakarsa perubahan dengan memberikan pembelajaran kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, kemampuan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab sehingga diharapkan dapat mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.

·  Keterkaitan pembelajaran sosial emosional dengan modul 1.4 Budaya Positif. Dalam pembelajaran sosial dan emosional, guru dan murid dapat mengenali dan memahami emosi masing-masing sehingga mampu mengontrol diri dan dapat menciptakan suasana yang menyenangkan, aman, dan nyaman yang berpengaruh dalam penerapan budaya positif baik berupa disiplin positif maupun keyakinan kelas dengan sebaik mungkin.

·         Keterkaitan pembelajaran sosial emosional dengan modul 2.1 Pembelajaran Untuk Memenuhi Kebutuhan Murid Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi. Dalam pembelajaran sosial emosional guru dapat melakukan pembelajaran dengan mengidentifikasi perasaan dan emosi. Hal ini sejalan dengan pembelajaran berdiferensiasi yang memetakan kebutuhan murid diantaranya kesiapan murid, minat, dan profil belajar murid dengan menggunakan strategi diferensiasi konten, proses, dan produk, sehingga pembelajaran dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan murid agar pembelajaran semakin menyenangkan dan dapat mewujudkan merdeka belajar.

 

Sebelum mempelajari modul ini, saya berpikir bahwa kompetensi sosial emosional murid akan terbentuk dengan sendirinya sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan murid sehingga dalam pembelajaran di kelas saya lebih berfokus fokus pada proses penyampaian materi (kognitif) sesuai dengan kurikulum. Setelah mempelajari modul ini, ternyata pembelajaran berbasis sosial emosional perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa kesiapan , ketertarikan, dan fokus murid dalam memulai pembelajaran untuk adalah untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman  agar seluruh individu di sekolah dapat meningkatkan kompetensi akademik dan kesejahteraan psikologis (well-being) secara optimal.

Berkaitan dengan kebutuhan belajar dan lingkungan yang aman dan nyaman untuk memfasilitasi seluruh individu di sekolah agar dapat meningkatkan kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis (well-being),  3 hal mendasar dan penting yang saya pelajari adalah:

·         5 kompetensi sosial emosional melalui peningkatan perilaku positif.

·    Kesadaran penuh (mindfulness) sebagai dasar penguatan kompetensi sosial emosional.

·         Pengintergasian KSE di kelas maupun di lingkungan sekolah.

 

Berkaitan dengan soal diatas, perubahan yang akan saya terapkan di  kelas dan sekolah:

·         bagi murid-murid:

menerapkan KSE dalam pembelajaran dan memasukan implementasi KSE tersebut dimodul ajar.

·         bagi rekan sejawat:

berbagi praktek baik penerapan KSE dalam pembelajaran, berupaya konsisten untuk menjadi rekan yang baik, teladan, menjalin komunikasi dan berkolaborasi dengan baik.


Continue reading Koneksi Antar Materi Modul 2.2